Minggu, 14 Agustus 2011

KPK DAN HARAPAN MASYARAKAT




Oleh:
SABUR MS, S.H.I., M.H[1]





KPK adalah salah satunya lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi yang telah banyak mendapat apresiasi dari segala lapisan masyarakat. Apresiasi tersebut tentunya terkait dengan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi cukup konsisten sehingga harapan masyarakat terhadap Negara ini untuk menjadi salah satu Negera yang bersih dari tikus-tikus yang suka mencuri uang rakyat  bisa terwujud. Harapan besar masyarakat terhadap KPK ini menunjukkan bahwa lembaga penegak hukum yang selama ini diharapkan telah gagal memenuhi harapan masyarakat yang kerap mengalami kesulitan untuk merasakan dan menemukan ke adilan. Ironisnya tidak sedikit yang menjadi kendala adalah masalah materi yang sering disebut uang “suap”. Sebelum hadirnya KPK di negara ini, ke adilan yang ada hanya sebuah keadilan bagi orang-orang yang bertaburan materi yang bisa membeli semuanya termasuk keadilan, sementara disatu sisi lembaga yang diharapkan memposisikan diri sebagai pelindung justru kerap terhanyut dengan menjual ke adilan. Ini sebuah rialitas betapa rusaknya mental sebagian penegak hukum negara ini yang bertahun-tahun diharapkan bisa menjadi garda terdepan dalam penegakkan hukum di negara ini.
Dengan kinerja dan konsistensinya yang cukup memuaskan, KPK kini tidak hanya sekedar menjadi harapan dalam pemberantasan korupsi melainkan telah menjadi sebuah kebanggaan masyarakat dan negara ini. Tentunya harapan dan apresiasi masyarakat ini membuat KPK semakin ”garang” dan konsisten dalam menjalankan kepercayaan masyarakat yang begitu besar sehingga dia (KPK) tidak lengah dan teledor yang akhirnya bernasip seperti penegak hukum yang lain. Akan tetapi, selama lahirnya KPK perjalanannya bukan berarti tidak mengalami beberapa godaan dan cobaan yang dapat mengahncurkan kepercayaan masyarakat. Yang paling menggemparkan adalah ketika Ketua KPK menjadi tersangka sebagai otak intelektual pembunuhan Nasruddin yang sampai sekarang masih simpang siur kebenarannya. Mungkin hal ini akan menjadi pukulan bagi KPK, namun menurut penulis kasus yang tengah menimpa Ketua KPK bukan suatu kasus yang dapat citra KPK akan bernasip seperti lembaga penegak hukum yang lain. Di samping kasusnya belum jelas motip yang sesungguhnya, kasus yang tengah menimpa sang ketua KPK bukan kasus korupsi yang dapat dipertanyakan keseriusan KPK dalam memposisikan diri sebagai lembaga yang bersih dan layak untuk diharapkan menjadi garda terdepan dalam  pemberantasan korupsi di negara ini. Terlepas ada unsur kesengajaan dalam meng-expos secara besar-besaran kasus yang tengah menimpa Ketua KPK, akan tetapi ada hal yang sekarang mulai terlupan dari perhatian publik, yaitu adanya penggembosan eksistensi KPK dengan mengurangi kewenangan KPK melalui revisi UU KPK yang kini tengah dalam pembahasan. Sebenarnya ini sangat penting untuk menjadi perhatian dan dibesar-besarkan oleh media massa. Karena tidak hanya menyangkut citra akan tetapi bagaimana keberlangsungan KPK ke depan sebagai lembaga pemberantas korupsi. Seperti contoh hakim ad hoc KPK mau di tiadakan keberadaannya di dalam UU, sementara taring dan ujung tombak KPK sebenarnya ada pada keberadaan hakim ad hoc tersebut. Kalau hakim ad hoc di hapus, maka pemberantasan korupsi di negara ini akan kembali ke awal yang dipenuhi oleh mafia-mafia peradilan karena tiadanya keseimbangan yang selama telah di bangun akibat adanya krisis kepercayaan terhadap hakim-hakim yang ada. Namun perkembangan terbaru memberikan harapan baru bagi publik, komposisi hakim ad hoc di revisi UU KPK memberikan porsi yang cukup dominan yaitu 2 dibanding 3. Tapi itu baru sekedar wacana dari DPR. Terlebih publik sudah mengatahui bagaimana konsistensi DPR selama ini selalu dipertanyakan. Akan tetapi ada hal yang perlu publik lakukan yaitu bagaimana berupaya memproteksi DPR dengan mengkritisi secara contino agar sisa kerja DPR dalam memperjuangkan keberadaan hakim ad hoc dapat terialisasi sesuai dengan harapan masyarakat.
Untuk itu, karena semakin besarnya harapan masyarakat terhadap kiprah KPK dalam pemberantasan korupsi masih kuat dan kepercayaan publik belum luntur sehingga dapat dijadikan modal moral bagi KPK agar terus berjalan dan tidak mau dipengarui oleh rialitas dan opini yang sengaja di ekspos untuk melemahkan kinrja KPK itu sendiri. Jadikan semua itu sebagai pemicu semangat dalam meningkatkan kinerja guna mewujudkan harapan jutaan masyarakt Indonesia. Karena korupsi sekarang sudah menjamur sampai ke tingkat Desa. Kinerja KPK diharapkan bisa menyentuh pada tingkat paling bawah dengan memperketat monitoring ke daerah-daerah melalui intelejen yang mempunyai komitmen tinggi sehingga budaya korupsi di negara ini benar-benar bisa di tekan secara maksimal. Hal ini bukan berarti menafikan eksistensi lembaga penegak hukum yang lain, melainkan bagaimana carut marutnya mental aparatur negara dan penegak hukum yang lain dapat disadarkan agar bisa kembali kepada hakikat dan fungsi sebagai pelayan masyarakat dan penegak ke adilan di tengah-tengah masyarakat.
Mungkinkah semua ini terwujud? Semua kembali dari kemauan KPK, tentunya, dengan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi. Dengan tingkat keyakinan masyarakat terhadap eksistensi KPK, tentunya akan menjadi sinyal tersendiri bagaimana KPK berupaya menjalin komunikasi secara intensip dengan masyarakat tentang bahaya serta pentingnya pemberantasan korupsi di negara ini. Sebab permasalahan korupsi bukan hanya tanggungjawab KPK semata, KPK hanya bagian dari institusi dalam pemberantasan korupsi yang memerlukan partisipasi semua lapisan. Artinya fenomina korupsi di negara ini merupakan permasalahan bersama dan tentunya akan menjadi tanggungjawab secara kolektif sesuai dengan porsinya masing-masing





[1]. Penulis adalah: Alumni Pascasarjana Magister Hukum Universitas Islam Malang dan Ketua Umum DPP Ikatan Alumni Pondok Pesantren Miftahul Ulum (IKAPMI) Malang

Tidak ada komentar: