Selasa, 25 Februari 2014

KPK GENIT ATAU AROGAN.(?)

Oleh: 
 SABUR MS, S.H.I., M.H 



Beberapa hari ini isue terkait rencana pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP cukup menarik untuk diperhatikan. Menariknya bukan terletak pada rencana pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP oleh Pemerintah bersama DPR, melainkan sifat genit dari pernyataan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seakan memposisikan diri sebagai anak tunggal sang “Pewaris” bangsa ini. Kegenitannya menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK tidak berdasarkan ketulusan tetapi lebih kepada sifat-sifat arogansi individualistik. 
KPK Jangan Memprovokasi Publik 
Pemberantasan korupsi harus kita bangun dengan asas kebersamaan, kejujuran dan adanya saling percaya. Jangan ada yang merasa paling benar, paling hebat atau bersih seperti yang ditampakkan oleh oknum KPK pada saat ini. Jika pondasi pemberantasan korupsi dibangun dengan dasar emosi, arogan dan sok bersih dan hebat sendiri, maka pemberantasan korupsi yang dibangun selama ini tidak akan menemukan hakikat yang sebenarnya. Sebab bila diperhatikan selama ini, KPK seakan melihat penegak hukum lembaga yang lain tidak serius dan tidak memiliki keberanian. Kenyataan ini sungguh kurang baik bagi penegakan hukum bangsa ini, karena bila ini yang terjadi maka bukan sinergitas antar lembaga yang akan diperoleh, justru diantara lembaga penegak hukum akan saling intip atau mencari kesalahan dan kelemahan masing-masing yang ujungnya membahayakan bangsa ini. Sementara selama ini KPK sangat piawai dalam memprovokasi Publik dalam upaya membangun image sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum yang berani, bersih, dan kuat. Kesan ini sebagai wujud bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK masih jauh dari cerminan dari soritauladan Nabi sebagai pemimpin Dunia. Yang mana dalam segala aspek kehidupan selalu menekankan kejujuran dan keikhlasan, bukan diawali dengan sifat arogansi dan syu’udhon pada orang atau lembaga lain. Sementara statemen-statemen yang dibangun melalui media cenderung sarat dengan nilai-nilai provokatif, entah itu disengaja atau tidak akan tetapi setidaknya telah menimbulkan nilai adanya kecurigaan pada lembaga penegak hukum yang lain. Apa ini yang dikatan hebat, berani dan jujur.! Oleh sebab itu, kalau memang KPK benar-benar ingin memberantas korupsi lakukanlah dengan rasa tulus bukan dengan menciptakan rasa benci publik kepada lembaga penegak hukum yang lain. Karena bila hal itu benar, maka tidak ubahnya KPK memposisikan diri sebagai lembaga penegak hukum yang gemar memprovokatif atau menciptakan kebencian terhadap orang lain. Inilah yang penulis anggap kurang baik terhadap prospek penegakan hukum di Indonesia kedepan. Indonesia tidak hanya sekedar butuh orang yang berani, pintar dan tegas, tetapi Indonesia juga sangat membutuhkan seorang yang tulus dan pemersatu bagi komponen bangsa ini. 
Penegakan Hukum Yang Konprehensif
KPK harus memperbaiki paradigma penegakan hukum dengan paradigma yang berorientasikan masa depan, bukan pragmatis yang selama ini dilakukan. Perbaikan paradigma yang penulis maksud adalah bagaimana teknik pencitraan dan teknik provokatif terhadap publik tak ubahnya teknik-teknik yang tidak dapat dibenarkan secara manusiawi. Ketidak benaran sebagaimana tersebut karena ada unsur-unsur merugikan lembaga lain, karena secara tidak langsung telah teknik tersebut cenderung berbau tidak sedap baik ditinjau dalam perspektif agama maupun perspektif yang lain. Oleh sebab itu, pola-pola pencitraan semacam itu sejatinya akan merusak nuansa indah dibentuknya lembaga KPK itu sendiri. Nuansa indah dalam penegakan hukum akan tercipta atau terwujud bila proses dan pola-polanya tidak menyimpang dari ideologi bangsa yang besar ini, yaitu Pancasila sila ke dua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sementara teknik-teknik penegakan hukum yang bermuara dari pencitraan ala saudara Busro Muqadas dan saudara Bambang W yang dijadikan “pokok” sangat tidak pancasilais, karena tidak menyentuh pada substansi penegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum secara konprehensif barometernya tidak hanya sekedar banyak dan tidaknya koruptor yang di cebloskan ke penjara, sementara tidak memiliki nilai alias hampa. Maka perlu intropeksi diri, mengapa semakin gencarnya KPK justru pelaku korupsi semakin menjadi-jadi? Inilah yang dimaksud penulis bahwa penegakan hukum masih sebatas kulitnya saja. Dalam perspektif agama, sebuah pekerjaan akan memiliki nilai dan pengaruh positif jika dilaksanakan oleh para eksekutor-eksekutor yang memiliki jiwa ikhlas. Saya tidak akan menuduh bahwa para penegak hukum tidak ikhlas, melainkan bagiamna membangun pondasi terdasar dalam proses pemberantasan korupsi ini mempunyai nilai-nilai substantif dengan membenahi getaran hati kearah yang lebih baik dan bernilai religi. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan penegakan hukum secara konprehensif; dimulai dari niat sehingga penegakan hukum dapat mempersatukan masyarakat. Janganlah penegakan hukum yang luhur dilakukan justru akan memperpecah belah masyarakat akibat ulah oknum aparat penegak hukum itu sendiri. 
KPK Tetap Harus Ada 
Institusi lembaga KPK sampai saat sangat dibutuhkan keberadaannya sebagai suatu sistem lex spesialis. Sebagai benda mati, institusi KPK tidak bisa diperdebatkan antara salah dan benar. KPK harus tetap dikawal bukan berarti karena institusi lembaga penegak hukum mengalami kecapean, melainkan karena fungsinya sebagai lembaga lex spesialis. Yang perlu dibangun dan diperbaiki adalah para pelaku yang mengendarai institusi KPK agar dapat menjadi sopir berjalan sesuai dengan koridor hukum, nilai-nilai keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab, termasuk didalamnya tidak menuduh lembaga lain sebagai lembaga yang tidak peka terhadap proses pemberantasan korupsi. Kendati didunia ini bersifat subjektif, tetapi manusia harus berusaha bersifat objektif dalam melihat dan menilai “orang lain”, karena menilai orang lain itu lebih mudah daripada menilai diri sendiri. Hukum boleh saja tidak boleh berlaku surut, tetapi dalam konteks menilai harus berlaku surut artinya, lntropeksi diri itu lebih negarawan ketimbang sibuk menilai orang lain. Oleh sebab itu, semua unsur perlu mendorong dang mengawal bagaimana semua lembaga penegak hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan Peradilan dapat berisnergi dalam proses penegakan hukum secara luas. Hal ini hanya bisa dibangun apabila dibangun dengan pondasi dan nilai-nilai yang berbudi luhur. 
Wassalam 
Penulis adalah: Ketua Umum Deawan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Pondok Pesantren Miftahul Ulum (IKAPMI) Malang dan Alumni Pascasarjana Magister Hukum Universitas Islam Malang
Doc. 2014
Read More..

Kamis, 20 Februari 2014

MOMENTUM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 UNTUK MEWUJUDKAN MIMPI-MIMPI YANG TERABAIKAN

Oleh: SABUR MS, S.H.I., M.H 


Pembinaan, Pengawasan dan Visi Misi Kepala Sekolah bagian tak terpisahkan dari sistem Pendidikan.. Setiap perubahan kurikulum selalu menimbulkan pro dan kontra baik dari kalangan politisi, masyarakat dan pengelola pendidikan. Fenomina tersebut ibarat suatu yang wajar mengingat potret demokrasi identik dengan perbedaan sehingga pemerintah terus berjalan sesuai dengan keyakinan Ijtihadnya.
Secara substantif, setiap perubahan kurikulum yang dilakukan pemerintah tentu mempunyai niat dan angan-angan yang lebih baik kedepannya dan itu tidak disalahkan menurut Hukum. Akan tetapi niat dan angan-angan yang baik tidaklah cukup hanya sekedar dirubah “tema kurikulumnya” sementara proses implementasinya masih tetap mengalami stagnan. Proses Pembinaan dan Pengawasan Perubahan sistem kurikulum selalu berjalan pincang dalam proses implementasinya, kepincangan tersebut berkaitan dengan proses pendukung dari kurikulum itu sendiri. Proses pendukung sangat menentukan keberhasilan setiap “pergantian” kurikulum yang selalu di desain dengan cantik. Pendukung proses implementasi yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan SDM yang kurang memadai. Karena keterbatasan SDM yang selama ini dijadikan kambing hitam bukan permasalahan yang fundamintal sebagai satu-satunya tolak ukur keberhasilan dan kegagalan dari setiap pergantian kurikulum. Melainkan yang paling fundamintal adalah proses pembinaan dan pengawasan dari setiap implementasi kurikulum tersebut. Sebagai penjangga dari semua bentuk program, proses implementasi pembinaan dan pengawasan tidak hanya sekedar asal dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan peraturan yang ada, proses tersebut membutuhkan komitmen dari perangkat pelaksana sebagai ujung tombak. Oleh sebab itu, proses pembinaan dan pengawasan harus benar-benar berjalan mulain dari pusat sampai tingkat kabupaten dan kota sehingga objeknya tidak hanya pengelola sekolah melainkan disemua tingkatan saling memberikan evaluasi dan penilaian secara objektif. Ini merupakan sebuah mimpi yang diharapkan menjadi kenyataan sehingga angan-angan untuk menjadikan lembaga pendidikan yang berkwalitas dan berdaya saing dapat diwujudkan. Proses pembinaan dan pengawasan yang berjalan hanya bertumpu kepada penilaian administratif yang dipenuhi dengan aneka macam pewarna sehingga tampak cantik dan bersih sehingga membuat semua terpesona. Dunia pendidikan kita selalu dibayangi dengan mimpi-mimpi besar akan tetapi tidak serius mempermasalahkan proses pembinaan dan pengawasannya. Yang sering menjadi permbicaraan justru masalah kesejahteraan, masalah bantuan, masalah anggaran dll. Manusia tidak akan pernah merasa sejahtera, karena kesejahteraan tidak bisa sekedar diukur dengan seberapa besar gaji yang diterima melainkan sejauhmana rasa “tasyakur”-nya kepada Alloh sebagai dzat pemberi rezeki. Contoh program sertifikasi guru yang tengah berjalan, apa yang didapatkan dari program tersebut? Ternyata tidak membawa perubahan signifikan terhadap kwalitas pendidikan kita.! Yang ada justru berlomba-lomba bagaimana bisa masuk dan lolos sertifikasi sementara bagaimana lembaga pendidikan yang berkwaliatas hanya dijadikan pemikiran dan bahan pemoles di kerta putih saja. Potret ini mengingatkan kita betapa mudahnya seseorang terkesima oleh sebuah kecantikan semu sehingga tidak mampu membedakan dan memposisikannya. Kecantiakan dalam konteks pengelolaan dan implementasi sebuah lembaga seharusnya tidak bertumpu kepada aspek formal yang justru sering menjebak kita kepada sesuatu yang menjadi inti dari penilaian tersebut. Rendahnya Kinerja Kepala Sekolah Disamping maksimalisasi proses pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga pendidikan, seorang kepala sekolah merupakan ujung tombak terakhir dalam mensukseskan setiap implementasi kurikulum pendidikan. Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya melakukan kerjasama yang baik dengan lembaga atau yayasan yang menaunginya. Kerjasama ini dapat dilakukan berupa pemberian pemahaman tentang bagaimana membangun sistem pendidikan yang berkwalitas. Membangun lembaga pendidikan yang berkwalitas harus dimulai dari rekrutmen kepala sekolah itu sendiri, mulai dari visi misi, kemampuan dan target yang akan dicapai selama menjabat. Kepemimpinan tidak bisa hanya difokuskan kepada sarjana tertentu, karena kepemimpinan berkaitan dengan pemikiran atau gagasan-gagasan yang memiliki orientasi terhadap kemajuan lembaga tersebut. Maksimalisasi peran kontrol yayasan sebagai penaung terhadap lembaga pendidikan sangat membantu proses pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai baromiter perkembangan sustu lemabaga pendidikan. Kerjasama seperti tersebut diatas belum sama sekali dilakukan oleh pihak pemerintah. Sehingga tidak sedikit, yayasan hanya diposisikan sebagai tukang stempel dan tidak melaksanakan tugas kontroling yang telah menjadi keajibannya. Hal ini dikarenakan pihak yayasan tidak mengetahui fungsi yang sebenarnya, sementara pihak pemerintah tidak menyentuh apalagi memperhatikan eksistensi yayasan sebagai penaung sustu lembaga pendidikan. Akibatnya, rekrutmen kepala sekolah tidak didasari kepada kemampuan, tetapi berorientasi kepada terhadap hubungan nasab kekeluargaan. Kendati dalam Undang-undang tidak dilarang, akan tetapi proses pendidikan yang berkwalitas tidak bisa dibangun dengan asas tersebut. Terlebih pendidikan berkaitan dengaan masa depan siswa/i untuk mencapai tujuan yang diimpikannya. Maka dari itu, paradigma terhadap pengelolaan pendidikan perlu diperbaiki dan dikembangkan agar bisa menjadi pijakan. Jangan paradigma “Ikhlas” yang diwariskan oleh para ulama’ kemudian dikotori dengan paradigma “materi” yang bersifat pragmatis. Sebab sifat pragmatisme hanya akan mewariskan instanisasi dalam upaya memperoleh suatu tujuan yang kerap mengabaikan nilai-nilai etik serta tujuan awal didirikannya pendidikan itu sendiri. Penataan Mental Sebagai bagian dari “sub sistem” dari pendidikan, maka pembinaan dan penataan mental moral bagi semua unsur yang terlibat harus dianggap sebagai sub sistem yang harus dilakukan dengan target maksimal. Prof. Dr. H. M. Mahfud MD dalam suatu diskusi disalah satu stasiun telivisi mengatakan bahwa permasalahan bangsa ini tidak lagi bergantung pada sistem, melainkan pada aspek moralitas manusianya. Moralitas tentunya sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah spiritual religius setiap manusia sebagai fundamin dalam mengontrol prilaku manusia. Sementara sistem hanya bagian terkecil dalam upaya mengontrol prilaku manusia secara dhohir. Kontrol terhadap prilaku manusia tentunya kurang relevan bila hanya bertumpu pada sisi dhohirnya, sementara dari aspek moral religiusnya diabaikan. Padahal awal perbuatan manusia tidak akan begitu saja direalisasikan bila tidak ada dorongan dari dalam (hati sanubari), sementara hati sanubari akan dapat memancarkan sinyal positif bila dibangun dengan pondasi spritual religius yang mencukupi. Konsep ini merupakan pola sistem pembinaan dan pengawasan secara integratif sehingga diharapkan manusia dapat melatih dirinya agar bisa belajar malu dan takut kepada Alloh, bukan takut kepada penegak hukum seperti Polisi, Kejaksaan maupun KPK. Akibat garingnya nilai-nilai moral religius yang di miliki, maka tidak jarang para pejabat Negeri ini terjebat pada perbuatan syirik kepada Alloh. Mengapa harus terjadi demikian(?) mungkin permasalahannya tidak sesederhana yang kita fikirkan, akan tetapi realitas ini perlu mendapat perhatian serius mengingat kondisi aparatur negara ini sudah mengami krisis berkepanjangan yang belum ditemukan solusinya. Sisa mimpi ini merupakan bagian dari permasalahan bangsa ini yang perlu mendapat perhatian untuk mencapai dan membawa lembaga pendidikan bangsa ini yang benar-benar memiliki daya saing dan disegani oleh bangsa lain.
Doc. 12 Januari 2014 Read More..