Minggu, 03 Maret 2013

DUNIA PENDIDIKAN KITA TERKEPUNG OLEH WACANA 

Oleh: 
SABUR MS, S.H.I., M.H  



Prolog
Dunia pendidikan sebagai salah satu tongkat bangsa ini menjadi suatu yang urgen untuk terus di diskusikan. Diskusi yang terarah dan fundamin sangatlah menunjang terhadap upaya pembentukan karakter lembaga pendidikan, tanpa hal tersebut sangatlah sulit untuk mewujudkan siswa/i yang berkarakter yang selama ini menjadi desain kurikulum kita. Harapan tersebut mungkin terlalu keburu-buru sehingga kurang memperhatikan bagaimana format mendesain lembaga pendidikan secara mendasar. Tidak bisa dipungkiri, karakter suatu lembaga pendidikan yang tidak memiliki bagaimana duduk dan fungsi yang sebenarnya akan berpengaruh terhadap bagaimana upaya atau ikhtiar kita menjadikan anak didik yang benar-benar berkarakter sesuai dengan harapan didalam kurikulum. Akan tetapi, dunia pendidikan kita sepertinya sekarang sedang tersandra oleh mimpi, ilustrasi dan harapan ketidak matangan. Kekurang matangan terhadap konsep yang seharusnya dilaksanakan akan selalu menyuguhkan masakan mentah yang mudah basi dan kempes. Implikasi dari semuanya akan berpengaruh terhadap bagaimana sebenarnya desain lembaga dan kurikulum pendidikan ini dibentuk secara kokoh yang tidak mudah dimakan angin intelektual individualistik. Maka pondasi yang kokoh sangat mendesak bagaimana prosfek dunia pendidikan kedepan mendapatkan jati dirinya sebagai sebuah lembaga yang berfungsi mengeluarkan dan mengantarkan generasi bangsa ini menjadi sebuah generasi yang kokoh pula. Konsep Kurikulum Pragmatis Semenjak lahirnya konsep KBK, KTSP dan Kurikulum yang konon mnengedepankan interaktif antara siswa dan guru menunjukkan bahwa sebenarnya kita masih terjebak dalam pola fikir pragmatis dan tidak prospektif. Pola seperti itu seakan memberikan peluang bagi masyarakat bahwa sebenarnya pemerintah beserta ilmuan negeri ini masih belum mampu memberikan kontribusi mendasar terhadap dunia pendidikan kita. Inkonsistensi sebagai cermin betapa rentannya intelektualitas bangsa ini sehingga dunia pendidikan bangsa ini terombang ambing oleh wacana yang masih terselimuti oleh remang-remangnya embun pagi akan tetapi telah dianggap sesuatu yang harus dikerjakan tanpa harus mereveiu kembali. Sebenarnya hal tersebut sebuah insiden intelektual yang perlu disikapi dengenan rialitas lembaga pendidikan yang ada. Tidak perlu memaksakan sesuatu yang belum benar-benar “matang”, karena dunia pendidikan memerlukan konsep yang “kenyal”, lentur dan memiliki bobot ilmiah yang cukup memadai. Artinya, dunia pendidikan ini jangan hanya dijadikan bahan insperimen guna untuk memuaskan intelektual pribadi maupun kelompok yang cenderung selalu berfikiran pragmatik. Dunia pendidikan adalah penentu didesain bagaimana negeri ini terus berkembang dan dapat mengayomi seluruh lapisan rakyat. Oleh sebab itu, semuanya harus ditata dengan konsep yang matang dan ikhlas, jangan karena ada tendensi lain sehingga kebijakan tentang desain kurikulum pendidikan memerlukan waktu dan pemikiran yang cukup menguras keringat. Tujuannya adalah agar desain kurikulum yang akan dijadikan bagian dari proses pengajaran tidak mudah luntur dan tidak mudah dimakan oleh wacana yang berterbangan. Sangat ironis sekali, ditengah ketertinggalan peringkat pendidikan kita dengan negara lain masih ditambah lagi dengan sebuah insperimen-insperimen sehingga mengakibatkan semakin terombang ambingnya dunia pendidikan kita. Fenomina ini tanpa disadari telah menjerumuskan dunia pendidikan kedalam sebuah lorong gelap yang setiap saat bisa membahayakan bagi siapapun yang akan menjalaninya. Sebab dengan tiadanya konsistensi pemerintah terkait politik pendidikan bangsa ini menunjukkan bahwa sebenarnya pemerintah belum sepenuhnya memahami secara objektif permasalahan mendasar yang tengah dihadapi dunia pendidikan kita. Sehingga dengan demikian, solusi yang disodorkan oleh pemerintah selama ini pada dasarnya bukanlah suatu solusi melainkan memberikan permasalahan baru yang terus bertumpuk-tumpuk. Kurikulum Ditengah Indahnya Mimpi Melihat inkonsistensi pemerintah terhadap model kurikulum selama ini memberikan suatu indikasi bahwa kebingungan telah membuat suatu kebijakan yang dikepung sebuah mimpi-mimpi indah; semua terlihat meyakinkan dan akan memberikan harapan dan cahaya terang bagi masa depan dunia pendidikan bangsa ini. Bangsa ini memang harus mempunyai mimpi besar, tetapi tidak harus terhanyut oleh buayan mimpi yang nota bena adalah suatu peristiwa irasional dan sulit ditebak didalam dunia nyata. Ditengah mimpi besar inilah sejatinya pemerintah hendaknya dibarengi dengan sebuah tindakan yang konsisten dan percaya diri agar tidak mudah terbuai oleh mimpi-mimpi negara tetangga. Sebab kesuksesan tidak bisa diraih dengan selalu melakukan instrumen, melainkan mimpi akan diraih bila diimbangi dengan ke istiqomah-an terhadap apa yang telah ditetapkan dan dijalankan. Dunia pendidikan kita masih butuh waktu untuk menjadi dunia pendidikan yang dapat diperhitungkan dunia. Sebenarnya, kelemahan dunian pendidikan kita bukan terletak pada instrumen kurikulumnya melainkan proses implementasi dilapangan kurang mendapat pengawasan dan pembinaan yang maksimal, sehingga apapun konsep pendidikan yang akan diterapkan tidak akan membawa perubahan yang signifikan. Akhirnya jadilah dunia pendidikan kita ini sebagai dunia pendidikan yang diliputi oleh indahnya sebuah Mimpi. Patut kita sadari bahwa keindahan sebuah mimpi selalu memberikan harapan besar. Harapan besar tersebut lebih cenderung kepada instanisasi wujud yang menjadi ciri khas sebuah mimpi sehingga tidak jarang kita terjebak untuk segera merealisasikan ‘terkadang’ tanpa memikirkan secara matang melalui kajian-kajian secara konprehensif. Fenomina ini seakan menjadi “budaya” politik bangsa ini mengingat suatu permasalahan tidak pernah dilihat secara mendasar yang sejatinya suatu pokok utama yang perlu dipahami bersama. Menurut penulis, permasalahan pendidikan bangsa ini tidak hanya terletak pada tatanan konsep kurikulum yang cenderung sering dijadikan kambing hitam, akan tetapi permasalahan pendidikan bangsa kita melebihi dari skedar konsep kurikulum baru yang menawarkan sebuah mimpi besar “pata morgana”. Permasalahn dasar pendidikan bangsa ini harus dilihat bagaimana proses pelaksanaan/pengelolaan yang penuh dengan “budaya-budaya” yang perlu dibenahi, dibina dan dikawal dengan serius oleh pemerintah, terutama dari segi manajemen pengelolaan secara profesional. Konsep atau sistem kurikulum yang ada semuanya sebenarnya sudah sangat cukup baik, namun kesalahan kita adalah sekolah di identikkan dengan keberhasilan dalam konteks lembaran “naskah” administrasi saja. Budaya dan paradigma itu saya rasa sudah sangat mendesak untuk direformasi dari bentuk budaya “keberhasilan lembaran administarasi” menuju “keberhasilan yang bersifat kwalitas”. Memang hal tersebut tidaklah gampang, namun hal itu tentunya akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan para pengelola pendidikan untuk benar-benar menjadikan sebuah lembaga pendidikan yang mengedepankan kwalitas dan profesional. Lembaran Kertas Yang Menipu Sistem penilaian keberhasilan yang bersifat administratif pada suatu lembaga pendidikan bangsa ini telah banyak memberikan kontribusi bagaimana upaya kita untuk bangkit, berbenah dan berubah agar kita tidak selalu dipermaikan dan terkungkung pada suatu lembar kertas putih yang sarat dengan kata “ada dusta diantara kita”. Pernyataan ini sebenarnya bukan suatu yang haram untuk ditulis, kendati tidak semuanya seperti itu akan tetapi persentasinya kemungkinan lebih banyak yang seperti itu. Saya rasa itu sudah menjadi rahasia umum. Sekarang tinggal pemerintah bersama pengelola pendidikan mau menyadari, apakah relevan lembaga pendidikan bangsa ini kita biarkan dengan bahasa “ada dusta diantara kita”(?) sementara kita selalu mendengungkan bagaimana kwalitas lembaga pendidikan bangsa ini terus ditingkatkan.! Ibarat sebuah parodi politik bahwa persoalan-persoalan yang mengkambing hitamkan pada sistem kurikulum pada lembaga pendidikan hanya menggambarkan kesan ke lucuan yang tidak mampu menembus dn menyentuh pada tatanan rialitas; enak didengar, enak dilihat tapi tidak bisa dirasakan. Kendati demikian, proses administratif bukan berarti tidak penting sebagai sarana skunder dalam upaya mendukung mutu pendidikan. Akan tetapi bagaimana kita mampu berubah dari paradigma yang selama ini dijadikan standar mutu suatu lembaga pendidikan agar tidak mudah terjebak oleh “untaian oretan” di kertas putih tersebut. Sementara substansi dari ujung tombak proses administratif yang dijadikan standar kwalitas kerap kehilangan ruh-nya. Artinya, ruh dari sebuah proses penilaian mutu tadi tidak berjalan sehingga tidak menghasilkan apa yang seharusnya diperoleh. Realitas tersebut sampai sekarang kwalitas mutu pendidikan belum bisa bersaing dengan lembaga pendidikan negara lain. Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya tidak memposisikan “lembaran putih” sebagai sumber primer dalam hal menentukan melainkan mengacu pada realitas lapangan yang sebenarnya. Jadi bila kita urai fenomina dunia pendidikan bangsa ini sebenarnya bukan terletak dari model kurikulum yang sering manjadi berdebatan dikalangan masyarakat, melainkan sistem pengawasan dan pembinaan yang tidak berfungsi secara maksimal sesuai dengan tujuan dan harapan. Pengawasan dan pembinaan terhadap suatu pendidikan yang diperankan pemerintah cenderung tanpa arah, tujuan dan target dimana capaian yang akan dihasilkan benar-benar konkrit. Sebab evaluasi yang diwujudkan dengan adanya pengawasan dan pembinaan terhadap sekolah masih bersifat dan berbasis administratif “kertas yang dioret-oret”, sementara evaluasi yang bersifat kwalitas justru dijadikan sumber subsider. Paradigma tersebut tentunya yang paling utama dan mendesak untuk segera direformasi daripada model kurikulum yang diobok-obok. Mengapa sangat mendesak? Mengevaluasi sistem pengawasan dan pembinaan tidak hanya berkaitan dengan suatu konsef yang ada dikertas akan tetapi berkaitan langsung dengan mentalitas dan profesionalitas para petugas lapangan. Sebab mereka merupakann ujung tombak dalam upaya memperoleh data dan info yang akan dijadikan dasar utama bagi pembuat kebijakan sehingga para pengambil kebijakan tidak tertipu indahnya kata-kata yang sengaja di desaen dalam kertas tersebut. Wassalam Read More..