Selasa, 23 Agustus 2011

DEMI CINTA GITU LHO..!!! POTRET PERNIKAHAN DINI, FREE SEKS DAN ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM 1


Oleh:
SABUR MS, S.H.I




PENDAHULUAN
Demi cinta gitu lho.!! Adalah sebuah kata yang terkadang membuat manusia lupa, khilaf untuk berfikir lebih rasional. Tidak jarang bahasa itu digunakan untuk melegalkan apa yang seharusnya tidak perlu terjadi. Pun juga sebalikya bahasa yang sangat populer pada kalangan aktor-aktor “pemeran” cinta dapat pula menumbuhkan semangat atau gairah guna meraih apa yang sebelumnya sempat impoten. Perlu diakui dan memang harus diakaui bahwa rasa cinta ibarat pabrik yang dapat memproduksi bahan yang dapat menguntungkan dan juga dapat pula merugikan para aktor tersebut. Namun terkadang dampak kerugian yang akan menjadi momok bagi masa depannya terkadang tidak seimbang dengan obsesi keuntungan. Implikasi dari semua itu akan timbul sebuah bahasa: “aku menyesal gitu lho.!!
Kerugian yang kurang diperhitungkan dalam mengambil sebuah tindakan dapat menjerumuskan ummat manusia kedalam pintu penyesalan. Hal ini dapat diilustrasikan potret pernikahan dini, free seks dan aborsi. Potret ini tidak jarang melibatkan dan mengatas namakan “Cinta”, sulit memang untuk menemukan karena alasan keterpaksaan.
Penulis sebenarnya sempat bingung juga, apasih sebenarnya “Cinta “ itu, kok mampu mencebik-cabik keintlektualan manusia? Kata “Cinta” sering dianalaogikan dengan suatu tindakan nyata, seperti mengorbankan atau memberikan sesuatu “asal” dapat menyenagkan hati si dia. Kalau dalam kontek positif sih gak apa-apa!! Namun sebelumnya penulis ingin mencoba memutar ulang pendapat seorang aktor Boliwood Sakh Rukhan, dia mengatakan bahwa “Cinta” itu adalah Inspirasi, kata inspirasi dalam kamus ilmiah diartikan sesuatu yang timbul dari lubuk hati seseorang, bukan nafsu maupun ego. Nah dari itu dapat penulis simpulkan bahwa sesuatu yang telah menjerumuskan kita ke “lembah” pernikahan dini, free seks dan aborsi bukanlah “cinta” sesungguhnya, melainkan nafsu dan ego yang bersembunyi dan mengatas namakan “Cinta”. Penulis rasa, “Cinta” tidak harus mengorbankan sesuatu yang “amat” berharga. Karena “cinta” sebenarnya sudah sangat berharga, jadi tidak perlu suatu yang berharga “yang dapat memberikan aib” dikorban atas nama “Cinta”.
Memang terkadang kita kurang sadar dan menyadari bahwa pernikahan dini, free seks dan aborsi adalah korban dari keganasan nafsu dan ego, bukan karena lagi gila “Cinta”. Namun kita enggan untuk mengakui sehingga bahasanya diperhalus dengan sebutan “demi cinta gitu lho.!!”
Untuk itu penulis mencoba menganalisa potret pernikahan dini, free seks dan aborsi dalam perspektif hukum.

PERNIKAHAN DINI
Perdebatan mengenai Pernikahan Dini tidak luput adanya perbedaan mengenai arti atau definisi yang dijadikan bahan argumentasi. Oleh karenanya perlu adanya suatu pembatasan yang jelas sehingga dapat memberi suatu pemahaman tentang Pernikahan dini.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Edisi kedua yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995, penmgertian “dini” adalah “pagi sekali” dan diartikan pula “sebelum waktunya lahir”.
Jika dicermati ada dua pemahaman tentang pengertian Pernikahan Dini, pertama; Pernikahan Dini diartikan belum waktunya nikah maka dinikahkan, dan pengertian kedua; Pernikahan Dini bisa diartikan jika telah mampu untuk menikah maka segeralah menikah.
Jadi Pernikahan Dini dapat diartikan, pernikahan yang belum waktunya baik secara fisiologi maupun psikologis.2
Ciri-ciri secara psikologis mungkin tidak perlu penulis mengkualifikasikan secara rinci. Secara hukum seorang dapat dikatagorikan telah melakukan pernikahan dini bila pernikahan yang dilangsungkan oleh keduanya tidak memenuhi ketentuan UU No. 1 Tahun 19974 pasal 7 ayat (1).
Mengapa UU menetukan batas usia yang demikian? Menurut dr. Muhammad Kuntadi Syamsul Hidayat, Mkes,MMR, pada usia 10-18 tahun bagi wanita, dan usian 12-20 tahun unruk pria, merupakan masa peralihan anak menjadi sewasa. Hal ini ditandai dengan percepatan pertumbuhan tinggi dan berat badan, timbulnya ciri kelamin sekunder dan perkembangan fungsi alat kelamin sekunder
Pada masa ini terjadi pertumbuhan cepat ketiga mendahului tercapainya kematangan seksual. Hal ini sering menimbulkan masalah dan menjadi masa-masa sulit bagi sebagian orang tua karena dimasa ini anak tak ingin diperlakukan seperti anak-anak walau usianya belum dewasa.
Masih ingat berita beberapa tahun lalu, ketika beberapa media memberitakan perkawinan kontroversial seorang pemuda turki dengan gadis kecil warga inggris? Media barat, khususnya, masih terus mempersoalkan pernikahan yang mereka anggap tak ‘bermoral” itu. Ujung-ujungnya, mereka menyalahkan agama Islam, sebagai agama yang membuka pintu lebar-lebar untuk perkawinan dibawah umur.
Ribut pernikahan dibawah umur sebenarnya bukan fenomina baru. Hingga tahun 60-an, pernikahan semacam itu bukanlah barang aneh. Banyak orang tua --- umumnya disesa-desa --- menikahkan anak-anak mereka ketika belum lagi mencapai umur usia 15 tahun, baik karena alasan adat maupun karena alasan sosial dan agama.
Bagaimana sebenarnya kedudukan pernikahan mereka secara hukum? Hampir seluruh hukum positif diberbagai negara mengharamkan perkawinan semacam itu. Tengoklah, misalnya, hukum perdata mesir --- sebuah negeri berpenduduk mayoritas muslim. Disana tidak diperbolehkan warganya kawin sebelum mencapai usia 16 tahun untuk wanita dan 18 tahun untuk pria (UU Mesir, pasal 99 No. 78/1931) 3 begitu juga yang ditentukan dalam UU Perkawinan Indonesia No. 1 Tahun 1874 pasal 7 ayat (1) Pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (senbilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Penyimpangan terhadap ketentuan tersebut diatas hanya dapat dilakukan apabila sudah mendapat dispensasi dari Pengadilan. Lalu bagaiman menurt hukum fiqh? Dalam hukum fiqh masih terdapat perdebatan sengit antara yang pro dan yang kontra. Menurut Prof. KH. Ibrahim Hosen, kontroversi disekitar pernikahan dibawah umur itu adalah murni persoalan fiqh. Karena itu, masih terbuka ijtihad untuk mencari pendapat yang terbaik. Sementara pakar fiqh asal jordania Dr. Muhammad ‘Uqlah secara tegas menolak ide pernikahan dibawah umur. Hal itu, menurutnya, adalah karena tujuan perkawinan adalah bukan semata-mata melepaskan hasrat seksual, melainkan untuk membina sebuah rumah tangga yang harmonis. Dan untuk menciptakan rumah tangga seperti itu diperlukan kematangan mental dan fisik. 4
Seiring dengan diatas, penulis berpendapat bahwa pernikahan dini/dibawah umur bukan berarti dapat membetalkan akad nikah yang akan dilaksanakan. Namun melakukan perkawinan dini bukanlah solusi terbaik. Sebab pernikahan dini hanya menjadi momok bagi masa depan mereka, semangat, obsesi dan keinginan untuk menggapai masa depan akan mudah terkubur, kemungkinan besar anaknya akan terkena imbasnya. Kalau sudah terjadi demikian, apakah masih perlu kita mengatasnamakan “Demi cinta, gitu lho.!!”..(??) Apa tidak lebih baik kita menyalahkan rumput yang bergoyang saja.!!
FREE SEKS
Eh entar dulu… free seks itu bukan berarti bebas melakukan adegan seks sesukanya seperti suami istri!! Free seks itu adalah suatu perbuatan seks yang dilakukan dua orang lain jenis kelamin tanpa terlebih dahulu diadakan ikatan tali pernikahan atau dilakukan oleh sesama jenis kelaminnya, baik dilakukan secara sembunyi-sembunyi apalagi dilakukan ditengah lapangan, siang bolong lagi!! Lebih ekstrimnya , free seks itu adalah perbuatan zina, yang identik dengan prilaku ayam atau jenis hayawan lainnya. Tentu kita semua tidak ingin di identikkan dengan prilaku binatangkan!! Untuk itu Allah membedakan antara manusia dengan hayawan , diantaranya, terdapat bagaimana manusia menyalurkan hasrat seksualnya.
Free seks itu sangat mengerikan dan menyeramkan, melebihi genduruwo bahkan mak lampir. Islam sangat mengancam pelaku free seks atau zina. Yang demikian itu karena free seks atau zina menyebabkan simpang siurnya keturunan, terjadinya kejahatan terhadap keturunan, dan berantakannya keluarga. Bahkan hingga menyebabkan terserabutnya akar kekeluargaan, menyebarnya penyakit menular, merajalelanya nafsu, dan maraknya kebobrokan moral. 5
Rekan-rekanita pasti masih ingat betapa ganasnya yang namanya AIDS! Sampai sekarang tidak satupun seorang ilmuan yang menemukan obatnya. Free seks sangat rawan terkena penyakit AIDS. Artinya siapapun yang terkenanya, maka harus siap-siap mati, gitu lho!
Namun sayang dalam KUH Pidana kita, free seks/perbuatan zina hanya sekedar diancam dengan hukuman paling lama sembilan bulan, penulis jadi prihatin... Hal ini termaktub dalam pasal 284 ayat 1 (a). dalam kondisi apapun, free seks sangat tidak diperbolehkan, yang diperbolehkan hanya free romeng, free SMS dan free tawk, nah kalau yang ini nih pasti ok banget..
Free seks merupakan salah satu tindakan kejahatan yang dapat mengganggu ketentraman sosial. Pelaku free seks lebih cenderung mengedepakan ego daripada logika. Mengapa free sek penulis kategorikan sebagai tindakan kejahatan? Menurut Prof Dr. J.E. Sahetapy, SH., bahwa kejahatan mengandung konotasi tertentu, suatu pengertian dalam penamaan yang relatif mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun fasif) yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap nilai-nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu. 6 Kendati pelaku free seks digolongkan sebagai masalah perdata, namun aparat penegak hukum iaitu polisi tetap diperbolehkan oleh Undang-undang untuk memberengus aksi-aksi mereka yang telah membuat kersehan dimasyarakat. Diantara faktor yang cenderung untuk melakukan free seks adalah pergaulan bebas yang diisukan sebgai salah satu bentuk moderenisasi. Rekan-rekanita tentu sudah tau berapa mayat bergelimpangan akibat free seks dengan alasan “Demi cinta, gitu lho.!!”.
Yang sangat memprihatinkan lagi, semua survie yang dilakukan di Kota Malang menyatakan bahwa dari 30 mahasiswa atau pelajar 28-nya sudah ngaku tidak perawan. Rialitas ini didasari berbagai alasan diantaranya adalah dikarenakan ketagihan atau senang dan karena alasan cinta. Survie ini memang baru dilakukan di Kota Malang, lho.. lalu bagaimana di Kabupaten Malang? Secara politis pemerintah sudah mengantisipasi akan terjadinya pree seks akibat pergaulan bebas tersebut dengan cara membuatkan perangkat hukum berupa Peraturan Daerah (PERDA), tapi dalam sistem pengawasannya sangat lemah sehingga “malingnya” melangkahi ketentuan PERDA tersebut dengan mudah.
ABORSI
Kata aborsi berasal dari bahsa latin yaitu abortus yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Dalam bahasa arab aborsi disebut isqotul hamli atau al-Ijhad. Penjelasan istilah aborsi bisa berbeda-beda misalnya menurut Sardikin Gina Putra, aborsi adalah “Pengakhiran kehamilan atau konsepsi sebelum janin hidup diluar kandungan”, sedangkan menurut Marjono Reksoniputra mendefinisikan aborsi sebagai “Pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum hasil konsepsi itu dapat lahir secara alamiah dengan adanya kehendak merusak hasil konsepsi tersebut”. Lain lagi definisi menurut Nan Soendo, SH, “Aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan pada waktu janin masih demikian kecilnya sehingga tidak dapat hidup”
Aborsi atau pengguguran kandungan kembali menyulut kontroversi. Khususnya ketika diagendakan dalam Konfrensi Dunia Tentang Wanita di Beijing awal september 1995 lalu. Pengakuan akan hak-hak fundamintal kaum wanita dihadapan hukum dalam memperoleh jaminan kesehatan reproduksi, termassuk aborsi.
Diberbagai negara, aborsi memang tergolong tindak kriminal, kecuali dilakukan dengan beberapa alasan tertentu. Di AS, hukuman penjara mengancam kaum wanita yang melakukan aborsi dengan alasan non-medis, seperti tertera dalam pasal 275 UU Hukum Pidana Negara bagian California.
Di Jerman, aborsi dibolehkan hanya untuk kasus perkosaan, atau jika kehamilan mengancam jiwa sang ibu, dan usia kandungannya dibawah usia tiga bulan.
Di Indonesia, pasal 346 KUH Pidana mengancam perempuan yang menggugurkan kandungannya dengan penjara maksimal empat tahun. Jelas aborsi yang dianggap legal adalah yang berdasar pada indikasi medis, terutama untuk menyelamatkan jiwa sang ibu.
Sementara Prof Dr. H. Muladi, SH., berpendapat bahwa: pengguguran kandungan/aborsi merupakan tindak kriminal. Untuk itu ia memberi kreteria tambahan: “yang penting tak melanggar norma agama”. Oleh karenanya fatwa khusus tentang aborsi tetap diperlukan. 7
Aborsi adalah salah satu persoalan masyarakat barat yang muncul akibat kebejatan moral masyarakatnya, banyaknya kehamilan diluar nikah (hasil perbuatan zana) yang tidak terhitung lagi, serta membudayanya pergaulan bebas. Prosentase kahamilan diluar nikah tersebut bahkan telah mancapai 24% dari seluruh kehamilan. Dibeberapa negara barat, prosentase kehamilan diluar nikah bahkan telah mencapai 70%. Akibatnya, negara-negara seperti Jepang, India, Korea Utara, Taiwan, Inggris, Hungaria, Australia, Zambia, Kuba, Puerto Rico, Mongolia, Cina, Amerika Utara,Vietnam, sebagian negara di Eropa, dan Tunisia menyalah gunakankan aborsi. 8
Bagaimana tanggapan para ahli fikih?
Para ahli fikih sepakat bahwa pengguguran kandungan setelah ditiupkan ruh kedalamnya adalah haram dan dosa. Seorang muslim tidak boleh melakukannya karena merupakan tindakan kriminal terhadap manusia yang sudah sempurna dan jelas-jelas hidup. 9
Namun batasan kapan diharamkan dan diperbolehkan, ulama madzhab masih terdapat kontroversi. Menurut madzhab Hanafi, aborsi diperbolehkan sebelum usia kandungan mencapai 120 hari. Sedangkan madzhab Maliki mengharamkannya sejak pembuahan. Dikalangan madzhab Syafi’i, ada beberapa pendapat. Diantaranya, ada yang mengharamkan secara mutlak, yakni sejak terjadinya pembuahan (al-Ghazali), ada yang membolehkan sebelum ruh ditiupkan kedalam tubuh janin pada hari ke 120 (al-Ramli). 10
Namun bila keberadaannya menyebabkan kematian dan tidak ada cara lain untuk menyelamatkan jiwa ibunya kecuali dengan menggugurkannya, maka pengguguran dalam hal ini menjadi wajib. Tidak boleh mengorbankan jiwa ibu untuk menyelamatkan jiwa janin. Karena dialah pangkalnya, dan kehidupan telah berada dalam jiwanya. Ia memiliki hak hidup secara mandiri, memiliki hak dan kewajiban. Lebih dari itu, ia adalah pilar keluarga. Karenanya tidak logis kalau demi membela janin yang belum tentu jelas kehidupannya harus mengorbankan sang ibu, padahal bagi ibu belum mempunyai hak dan kewajiban sedikitpun. 11
Pernikahan dini, Free seks dan Aborsi memang telah menjadi fenomina sosial yang perlu diimbangi dengan rasa kesadaran dan tanggungjawab bersama. Seperti orang tua, guru, ulama’ pemerintah, kalangan aktivis, LSM dan masyarakat untuk saling bahu membahu menjaga dan memberi pendidikan serta kesadaran hukum. Karena persoalan ini bukan semata persoalan personality law, hal ini adalah persoalan kalsik yang selalu mengusik ketenangan masyarakat. Tanpa adanya peran serta dari yang telah disebutkan, prodak UU semacam apapun tidak akan membawa implikasi apa-apa. Contoh persoalan korupsi, pemerkosaan, kejahatan dalam rumah tangga dan kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), semua telah diatur dan dilindungi oleh UU, tapi nyatanya sekarang apa? Kalau kekerasan cinta, ada ngak(?)
Demi cinta gitu lho.!! Kita semua harus mampu melakukan apa yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
KESIMPULAN
Bila kita analisis lebih konprehensip paparan diatas bahwa pergaulan bebas yang telah menjadi tren pada kalangan pelajar, khususnya remaja, merupakan kesalahan pesepsi yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya fenomina sosial seperti Pernikahan Dini, Free Seks dan Aborsi.
Dengan demikian perlu peranan aktif dari semua unsur masyarakat khususnya Lembaga Pendidikan terkait dengan prodak aturan dan pembinaan mentalitas murid serta menjamkan peran kurikulum keagamaan dimasing-masing Lembaga Pendidikan tersebut.


Tidak ada komentar: